HAKIKAT PENILAIAN
PEMBELAJARAN
Dosen : Dr.
Rifari Baron
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menegaskan bahwa Pendidikan Nasional
“berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Sedangkan dalam Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan dijelaskan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional
tersebut menjadi parameter utama untuk merumuskan Standar Nasional Pendidikan
yang terdiri atas 8 (delapan) standar, salah satunya adalah Standar Penilaian
Pendidikan yang bertujuan untuk menjamin: (a) perencanaan penilaian peserta
didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan
prinsip-prinsip penilaian, (b) pelaksanaan penilaian peserta didik secara
profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks
sosial budaya; dan (c) pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif,
akuntabel, dan informatif.
Undang-undang baru yang di rancang oleh pemerintah
tentang pendidikan agar membuat anak
didik lebih bisa berdiri sendiri tanpa harus dibantu oleh pendidik secara terus
menerus. Model Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Standar Penilaian dan
mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, meliputi
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ciri penilaian adalah adanya
objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk
membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria atau apa
harusnya. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai
tujuan-tujuan pengajaran. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar
saling berkaitan satu sama lain sebab hasil merupakan akibat dari proses.
B. Rumusan Masalah
Apakah
Hakikat dari Penilaian Pembelajaran?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui Penilaian, Pengukuran, dan tes
2. Untuk
mengetahui macam-macam komponen penilaian
3.
Menerangkan Penilaian sebagai suatu proses
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Penilaian, Pengukuran, dan Tes
1. Penilaian
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa
nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa
angka). Penilaian yang dilakukan harus
memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya, peserta didik diperlakukan sama
sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik yang dinilai.
Selain itu, penilaian tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya,
bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga
merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi
peserta didik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya
sesuai dengan kemampuannya.
Penilaian (assessment)
adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk
menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian
mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik.
Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk
menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991).
Penilaian
mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak
terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup
karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah.
Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur
formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik.
Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan,
pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan
sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang
pencapaian kemajuan belajar peserta didik.
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dalam
KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta
didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dalam KTSP
adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran
yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang
meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Penilaian dilakukan
selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar
peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat
mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata
pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk
tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah
Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Kualitas Pendidikan sangat ditentukan oleh
kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses
pembelajaran. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif
tersebut. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan,
bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah
dilakukan. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
Pengajar harus mengetahui sejauh mana pelajar (learner)
telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi
dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. Ditinjau dari sudut
Profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian merupakan salah satu
ciri yang melekat pada pendidik Profesional. Seorang Pendidik Profesional
selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal
tersebut dilakukan karena salah satu indikator
keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai
peserta didik. Dengan demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur
keberhasilan proses pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan.
a)
Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php), assessment
adalah alih-bahasa dari istilah penilaian. Penilaian digunakan dalam konteks
yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal.
Penilaian atau assessment adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti
baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya
sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.
b)
Menurut Angelo (1991: 17) Classroom Assessment
is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how
well their students are learning what they are being taught. (Penilaian
Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat menggunakan fakultas (sekolah)
untuk mengumpulkan umpan balik, awal dan setelahnya, pada seberapa baik para
siswa mereka belajar apa yang mereka ajarkan.)
c)
Menurut Suharsimi yang dikutip oleh Sridadi(2007), penilaian
adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik-buruk →bersifat kualitatif.
d)
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan
penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan
tes maupun nontes.
e)
Overton, Terry (2008): Assesment
is a process of gathering information to monitor progress and make educational
decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may
include a test, but also include methods such as observations, interview,
behavior monitoring, etc. (Artinya: penilaian adalah suatu proses
pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan
keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya
tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri
dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan
sebagainya).
2. Pengukuran
Definisi pengukuran :
a)
Menurut aturan
tertentu (Guilford, 1982) : Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala Pengukuran pendidikan berbasis
kompetensi berdasar pada klasifikasi
observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu
standar.
b)
Menurut Cangelosi
(1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
c) Menurut Zainul dan Nasution (2001)
pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu:
1). Penggunaan angka atau
skala tertentu.
2). Menurut suatu aturan atau
formula tertentu.
d) Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran
(measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran
tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
e) Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu proses yang
dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu
obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.
Pengukuran dapat menggunakan
tes dan non-tes. Pengukuran Pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau
kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya
bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat
kurang), disertai deskripsi penjelasan prestasi peserta didik. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan
membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka,
mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti
melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
3. Tes/Pengujian
Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik
pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat
tertentu yang jelas. Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas,
penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik,
mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar
mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru,
serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat
keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan
yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
Tes/Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang
dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Seorang pendiidk yang
Profesional dapat menguji anak didik dengan melihat keaktifan yang di lakukan
setiap harinya di kelas dalam proses belajar sehingga dapat di lanjutkan dengan
penilaian, apakah anak didik tersebut mengerti dengan bahan ajar yang telah di
berikan. Pengujian di lakukan tidak hanya di lakukan terhadap anak didik yang
kurang pandai tetapi bisa di lakukan terhadap anak didik yang pandai.
Dalam rancangan
penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai macam ulangan
dan ujian. Ulangan meliputi ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan ujian terdiri atas ujian
nasional dan ujian sekolah.
Ulangan adalah proses
yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara
berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk melakukan perbaikan
pembelajaran, memantau kemajuan dan menentukan keberhasilan belajar peserta
didik.
Ulangan harian adalah
kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetens dasar (KD) atau lebih.
Ulangan tengah semester
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 –9 minggu kegiatan
pembelajaran. Cakupan ulangantengah semester meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
Ulangan akhir semester
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik pada akhir semester. Cakupan ulangan akhir semester
meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester
tersebut. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
pada akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
pada akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket.
Cakupan ulangan kenaikan kelas meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan semua KD pada semester genap. Ujian adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan
prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
Ujian nasional adalah
kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata
pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
Ujian sekolah adalah
kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh
satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan
merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata
pelajaran yang diujikan pada ujian sekolah adalah mata pelajaran pada kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada ujian
nasional, dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian.
B. Penilian dan komponen Penilaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian
hasil belajar peserta didik antara lain:
1. Penilaian
ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi;
2. Penilaian
menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta
didik setelah mengikuti proses pembelajaran;
3.
Penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan;
4.
Hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan
bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan;
5.
Penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Adapun prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan oleh guru pada saat melaksanakan penilaian untuk implementasi
Kurikulum 2013 baik pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI) maupun pada jenjang
pendidikan menengah (SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK) adalah:
1.
Sahih
Penilaian yang dilakukan haruslah
sahih, maksudnya penilaian didasarkan pada data yang memang mencerminkan
kemampuan yang ingin diukur.
2.
Objektif
Penilaian yang objektif adalah
penilaian yang didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas dan tidak boleh
dipengaruhi oleh subjektivitas penilai (guru).
3.
Adil
Penilaian yang adil maksudnya adalah
suatu penilaian yang tidak menguntungkan atau merugikan siswa hanya karena
mereka (bisa jadi) berkebutuhan khusus serta memiliki perbedaan latar belakang
agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4.
Terpadu
Penilaian dikatakan memenuhi prinsip
terpadu apabila guru yang merupakan salah satu komponen tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran.
5.
Terbuka
Penilaian harus memenuhi prinsip
keterbukaan di mana kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan yang
digunakan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
6.
Menyeluruh dan berkesinambungan
Penilaian harus dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan oleh guru dan mesti mencakup segala aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai. Dengan
demikian akan dapat memantau perkembangan kemampuan siswa.
7.
Sistematis
Penilaian yang dilakukan oleh guru
harus terencana dan dilakukan secara bertahap dengan mengikuti langkah-langkah
yang baku.
8. Beracuan kriteria
Penilaian dikatakan beracuan
kriteria apabila penilaian yang dilakukan didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel
Penilaian yang akuntabel adalah penilaian
yang proses dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
10. Edukatif
Penilaian disebut memenuhi prinsip edukatif apabila
penilaian tersebut dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan siswa.
Menurut Kurikulum 2013, penilaian yang dilakukan harus
menggunakan pendekatan-pendekatan berikut:
a.
Acuan Patokan
Dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 pada aspek
penilaiannya, maka semua kompetensi perlu dinilai dengan menggunakan acuan
patokan berdasarkan pada indikator hasil belajar. Sekolah terlebih dahulu harus
menetapkan acuan patokan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing.
b.
Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar menurut kurikulum 2013 ditentukan
sebagai berikut:
i.
Ketuntasan belajar dan konversi nilai menurut Kurikulum 2013
ii.
Ketuntasan belajar dan konversi nilai menurut Kurikulum 2013
Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, siswa dapat dikatakan
belum tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya bila menunjukkan
indikator nilai < 2.66 dari hasil tes formatif. Untuk KD pada KI-3 dan KI-4,
siswa dinyatakan sudah tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya
apabila menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 dari hasil tes formatif. Untuk KD
pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan siswa dilakukan dengan memperhatikan aspek sikap
pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh matapelajaran, yakni jika profil sikap siswa
secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar yang ditetapkan
satuan pendidikan yang bersangkutan.
Adapun implikasi dari adanya
persyaratan ketuntasan belajar tersebut adalah sebagai berikut.
i.
Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan remedial individual sesuai dengan
kebutuhan kepada peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 2.66;
ii.
Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan kesempatan untuk melanjutkan
pelajarannya ke KD berikutnya kepada peserta didik yang memperoleh nilai 2.66
atau lebih dari 2.66; dan
iii. Untuk
KD pada KI-3 dan KI-4: diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan
apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang dari 2.66.
iv. Untuk KD
pada KI-1 dan KI-2, pembinaan terhadap peserta didik yang secara umum profil
sikapnya belum berkategori baik dilakukan secara holistik (paling tidak oleh
guru matapelajaran, guru BK, dan orang tua).
Ø Karakteristik Penilaian Menurut
Kurikulum 2013
a)
Belajar Tuntas
Untuk kompetensi pada kategori pengetahuan dan keterampilan
(KI-3 dan KI-4), siswa tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya,
sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang
baik. Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah siswa dapat belajar
apapun, hanya waktu yang dibutuhkan yang berbeda. Siswa yang belajar lambat
perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, dibandingkan siswa pada umumnya.
b)
Otentik
Memandang
penilaian dan pembelajaran
secara terpadu. Penilaian otentik
harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan
berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang
diketahui oleh siswa, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan
oleh siswa.
c)
Berkesinambungan
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai perkembangan hasil belajar siswa, memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan berbagai jenis
ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas).
d)
Berdasarkan acuan kriteria
Kemampuan siswa tidak dibandingkan terhadap
kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya
ketuntasan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing.
e)
Menggunakan teknik penilaian yang
bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis,
lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, projek, pengamatan, dan penilaian diri.
C. Penilaian Sebagai Suatu Proses
1. Penilaian dan Proses Pembelajaran
Salah satu
tugas dalam profesi keguruan adalah melakukan penilaian terhadap setiap
kegiatan yang terselenggara dalam proses pembelajaran. Hal ini berpangkal dari
suatu fakta yang bersifat kodrati tentang keingintahuan dari setiap manusia
mengenai wujud dari hasil aktivitas yang telah diselenggarakannya, baik yang
berdimensi kuantitas maupun yang mengarah pada aspek kualitas. Dengan demikian,
penilaian dalam proses pembelajaran merupakan sebuah komponen yang tidak dapat
disangsikan fungsi dan peranannya. Dengan kata lain bahwa kegiatan penilaian
adalah sebuah bagian yang integral dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Aktivitas
penilaian memiliki signifikansi dengan proses pendidikan, khususnya yang
berkenaan dengan kegiatan pembelajaran. Tanpa ada komitmen dan kemampuan yang
relevan dengan proses penilaian itu, maka pendidikan yang diharapkan untuk
memanusiakan manusia memungkinkan dapat beralih fungsi menjadi sebuah prosedur
yang menafikan aspirasi dan kreatifitas peserta didik. Oleh karena itu, guru
selaku pelaksana pendidikan dan pengajaran di sekolah dituntut untuk selalu
memperbaharui ilmu pengetahuannya agar sejalan dengan kemajuan yang ada dalam
masyarakatnya. Pembaharuan yang harus dilakukan guru tidak saja yang bersifat
intern, seperti tuntutan profesionalitas selaku pengemban profesi keguruan.
Tetapi juga pembaharuan yang bersifat ekstren, seperti memiliki gerak yang
dinamis dalam masyarakatnya. Dengan demikian seorang guru adalah inovator di
dalam lembaganya juga motivator bagi masyarakatnya.
Penilaian
merupakan tuntutan kemampuan yang bersifat intern dalam profesi keguruan, yakni
kemampuan seorang guru untuk mengukur dan menilai sejauh mana ia telah mampu
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya.
Kiranya
perlu dicatat bahwa dalam usaha pencapaian tujuan selalu terdapat jurang
pemisah (gap) antara tujuan dan hasil yang dicapai. Karena itu, usaha-usaha
yang serius harus dilakukan untuk :
a.
Menentukan tujuan yang realistis dan pragmatis.
b.
Menentukan standard kualitas pekerjaan yang
diharapkan.
c.
Meneliti sampai pada tingkat apa standard yang telah
ditentukan itu dapat dicapai.
d.
Mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan,
baik penyesuaian rencana, pelaksanaan maupun cara memotivasi serta pengawasan.
Penyesuaian dapat pula ditujukan terhadap tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya (Siagian, 1981 : 141).
Kriteria di
atas merupakan komponen-komponen yang perlu mendapatkan perhatian dalam setiap
aktivitas proses penilaian. Artinya bahwa setiap kegiatan penilaian harus
selalu tertuju pada ketentuan-ketentuan tersebut.
Dalam
pendidikan, orang mengadakan evaluasi (penilaian) dapat memenuhi dua tujuan,
yaitu :
(a)Untuk
mengetahui kemajuan anak, atau orang yang didik setelah si terdidik tadi
menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu.
(b)Untuk
mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 : 7).
Berpangkal
dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses penilaian dalam
lembaga-lembaga pendidikan formal pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan
informasi mengenai jarak antara situasi yang ada dengan kondisi yang diharapkan
untuk memperoleh data yang akan memberikan gambaran tentang harapan-harapan
yang tertuang dalam tujuan pembelajaran seperti yang ditetapkan sebelumnya.
Tanpa ada kegiatan penilaian tidak akan mungkin seorang guru dapat
mengembangkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan karena
tidak tersedianya informasi yang akurat tentang kelebihan/keuntungan maupun
kekurangan/kelemahan dari berbagai praktik-praktik yang telah dilakukannya di
dalam proses pembelajaran itu sendiri. Demikian pula bahwa dengan kegiatan
penilaian akan diperoleh data tentang sejauhmana penguasaan peserta didik
terhadap bahan yang telah tersaji dalam interaksi belajar mengajar dan
sekaligus juga dapat diketahui efektifitas dan efesiensi program pengajaran
yang telah dilakukan.
Penilaian
dalam proses belajar bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai. Karena tujuan
pendidikan pada umumnya bersifat kompleks, maka penilaiannya pun tidak mungkin
sederhana. Dalam menilai tujuan yang hendak dicapai perlu diperhatikan
aspek-aspek sebagai berikut.
a. Hasil belajar
yang merupakan pengetahuan dan pengertian.
b. Hasil
belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan.
c. Hasil
belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan.
d. Hasil belajar dalam bentuk keterampilan serta yang dilaksanakan dalam
kegiatan sehari-hari (Rusyan, 1989 : 2010 – 2011).
Apabila
diperhatikan beberapa aspek yang perlu dicermati dalam proses penilaian sebagai
bidang garapan guru di sekolah, maka dapat dinyatakan pula bahwa pada
hakekatnya kegiatan penilaian itu harus berorientasi pada ketiga aspek tujuan
pendidikan, yakni aspek kongnitif, afektif dan psikomotor.
Di dalam
perkembangan lembaga-lembaga pendidikan formal, di mana sampai saat ini masih
harus diakui bahwa terdapat ketimpangan yang sangat mendasar yang dilakukan
oleh para guru di sekolah tentang pelaksanaan penilaian, dimana guru-guru pada
umumnya tidak memahami kualitas tes atau alat yang disusunnya.
Umumnya
guru-guru yang melaksanakan tugas-tugas keguruan, pada setiap jenjang
pendidikan dapat dikatakan memiliki berbagai keterbatasan kemampuan, baik yang
disebabkan katena faktor intern dari guru-guru yang bersangkutan maupun yang
disebabkan oleh keterbatasan fasilitas untuk berbuat secara optimal sesuai
dengan tuntutan dari perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Oleh karena
itu, tidak sedikit para ahli pendidikan yang memiliki asumsi bahwa guru-guru di
lapangan masih belum mampu mengoptimalkan antara potensi yang dimilikinya
dengan kenyataan-kenyataan yang semestinya dikerjakan. Salah satu di antaranya,
sebagaimana dipaparkan di bawah ini.
Diakui atau
tidak dan disadari atau tidak, praktik penilaian pendidikan yang berkembang
sampai saat ini masih banyak mengalami kendala, hal ini bersumber dari
ketidakmampuan akademis dari guru yang bersangkutan untuk melaksanakan proses
penilaian di bidang tersebut. Dengan kata lain, guru kurang memahami penilaian
secara mendalam. Kebanyakan guru tidak memiliki latar belakang pendidikan
formal secara khusus dalam penilaian pendidikan. Di sebagian perguruan tinggi
atau lembaga penghasil tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, kajian tentang
penilaian pendidikan hanya diperoleh melalui beberapa mata kuliah saja atau
bahkan satu mata kuliah saja. Sehingga bukanlah hal yang mengejutkan jika
sebagian guru menggunakan tes yang sama dari tahun ke tahun. Sebagian guru
bahkan berendapat bahwa mereka memberikan tes sebagaimana tes yang mereka
terima. Hal ini dapat dibenarkan sepanjang guru menggunakan tes yang
benar-benar baku dan dilakukan dengan cara yang baku pula. Namun terkadang guru
menggunakan tes yang tidak dapat dijamin standarisasinya, dan tes yang
cenderung sama digunakan dari tahun ke tahun (Supranata, 2004 : 70).
Setiap guru
harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik
secara iluminatif-observatif maupun secara struktural-objektif. Makna dari
kedua cara penilaian tentang kemajuan belajar tersebut, seperti terurai berikut
ini.
Penilaian
secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus-menerus
tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara
struktural-objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang
biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa. Sungguhpun masih
banyak kekurangan dan kelemahan, penilaian cara yang kedua
(struktural-objektif) telah biasa digunakan oleh para guru. Namun penilaian
cara yang pertama (iluminatif-observatif) masih belum biasa digunakan guru
disebabkan kemampuan dan kesadaran akan pentingnya penilaian tersebut belum
membudaya (Sudjana, 1989 : 21 – 22).
Dengan
pendapat tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa masih terbatasnya
kemampuan akademik dari para guru di dalam lembaga-lembaga pendidikan formal
merupakan suatu kendala yang pasti untuk menuju pada kualitas pembelajaran yang
relevan. Di samping itu, masih ada kecenderungan-kecenderungan negatifpada diri
guru.
Tidak ada
usaha yang lebih baik selain usaha untuk meningkatkan mutu tes atau non-tes
yang. Namun hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk
beranggapan bahwa yang menjadi hasil karyanya adalah yang terbaik atau
setidak-tidaknya sudah cukup. Guru yang sudah banyak pengalaman, mengajar dan
menyusun soal-soal tes/non-tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih
belum sempurna (Arikunto, 1987 : 199).
Gejala-gejala
yang digambarkan di atas, pada dasarnya meliputi hampir semua pengemban profesi
guru, sehingga pada akhirnya berdampak langsung pada semua mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah, terutama dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang
berorientasi pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Bertitik
tolak dari fakta-fakta teori yang ada, maka perlu adanya suatu kegiatan
penalaran yang dapat menjelaskan secara sistematis tentang kemampuan guru mata
pelajaran dalam penilaian ranah kognitif, afektif dan psikomotor, baik yang
dilakukan oleh guru itu sendiri maupun pihak lainnya.
2. Proses Penilaian model Ten Brink
Ten Brink mengemukakan adanya tiga tahap evaluasi kurikulum yaitu pertama,
tahap persiapan, adapun langkah-langkah nya adalah;
a.
Melukiskan secara spesifik petimbangan dan keputusan yang dibuat
b.
Melukiskan informasi
c.
Memanfaatkan informs yang telah ada
d.
Menentukan kapan dan bagaimana cara memperoleh informasi itu
e.
Menyusun dan memilih instrument pengumpulan informasi yang akan digunakan.
Kedua, tahap pengumpulan data melalui dua langkah yaitu; memperoleh
informasi yang diperlukan dan menganalisis dan mencatat informasi.
Ketiga,tahap penilaian yang berisi kegiatan-kegiatan sebagai berikut;
a. Membuat pertimbangan yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan.
b. Membuat keputusan yang merupakan suatu pilihan beberapa alternanif arah
tindakan
c.
Mengikhtisarkan dan melaporkan hasil penilaian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus
dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya
dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan,
kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan
(SKL). Kualitas pendidikan
sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses
pembelajaran. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana
pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Penilaian hasil
belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai
siswa dengan kriteria tertentu. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pelajar (learner)
telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi
dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. Hasil penilaian dapat
dijadikan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran dan umpan balik bagi
pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan. Konsep penilaian yang
digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu
pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, 1987, Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Buchari, M, 1983, Teknik-teknik
Evaluasi dalam Pendidikan, Jemmars, Bandung.
Nurgiyantoro, Burhan, 2011, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis
Kompetensi. BPFE Press, Yogyakarta
Rusyan, A. Tabrani; Atang Kusdinar
dan Zainal Arifin, 1989, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar,
Remadja Karya CV, Bandung.
Siagian, P. Sondang, 1981, Filsafat
Administrasi, Gunung, Agung, Jakarta.
Sudjana, Nana, 1989, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung.
Supranata, Sumarna dan Muhammad
Hatta, 2004, Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum 2004, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar